Nama : Nurul Azizah
NPM :
26213713
Kelas : 2EB22
Hukum
Perikatan
1. Definisi Hukum Perikatan
Perikatan
dalam bahasa Belanda disebut “verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum
dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. perikatan adalah suatu
hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di
mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas
sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum,
akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan
perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam
bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum
keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam
bidang hukum pribadi (personal law).
Di
dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan
sistem terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber
pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur
dengan undang-undang atau tidak, inilah yang disebut dengan kebebasan
berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar
hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang
2. Dasar Hukum Perikatan
Sumber-sumber
hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan
sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia
dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan
hukum. Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber
adalah sebagai berikut :
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
2. Perikatan yang timbul dari undang-undang
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum
2. Perikatan yang timbul dari undang-undang
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum
(onrechtmatige
daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
1. Perikatan
( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau
karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk
berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2. Persetujuan
( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana
satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih
3. Undang-undang
( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul
dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
3. Asas-asas dalam Hukum
Perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan
diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni :
·
Asas Kebebasan Berkontrak Asas
kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan
bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang
membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
·
Asas konsensualisme Asas
konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata
sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan
sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan
dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
4. Wanprestasi dan
Akibat akibatnya
Definisi
Wanprestasi
Perkataan
“wanprestasi” berasal dari bahasa Belanda, yang berarti prestasi sangat buruk.
Apabila seseorang berhutang tidak memenuhi kewajibannya, menurut bahasa hukum
ia melakukan “wanprestasi” yang menyebabkan ia dapat digugat di depan hakim.
Apabila siberhutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikan akan
dilakukannya, maka ditawarkan bahwa ia melakukan “wanprestasi”. Ia adalah
“alpa” atau “lalai” atau “bercidra-janji”. Atau ia juga “melanggar perjanjian”,
yaitu apabila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya.
Wanprestasi seseorang dapat berupa empat macam :
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan melakukannya
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan
c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan melakukannya
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan
c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan
Akibat adanya Wanprestasi.
1. Perikatan
tetap ada
2. Debitur
harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata)
3. Beban
resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah debitur
wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari pihak
kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang pada
keadaan memaksa.
4. Jika
perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri
dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan pasal 1266 KUH
Perdata.
5. Hapusnya
Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika
memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10
(sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
A. Pembayaran
Nama”pembayaran”
dimaksudkan setiap pemenuhan perjanjian secara suka rela. Dalam arti yang
sangat luas ini, tidak saja pihak pembeli membayar uang harga pembelian, tetapi
pihak penjual pun dikatakan “membayar” jika ia menyerahkan atau “melever”
barang yang dijualnya. Yang wajib membayar suatu utang bukan saja si berhutang
(debitur) tetapi juga seorang kawan berhutang dan seorang penanggung hutang
(“borg”).
B. Penawaran
pembayaran tunai diikuti penyimpangan atau penitipan
Ini
adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang
(kreditur) menolak pembayaran. Caranya sebagai berikut: barang atau uang yang
akan dibayarkan itu ditawarkan secara resmi oleh seorang notaris atau seorang
juru sita pengadilan.
C. Pembaruan
hutang (inovatie)
Novasi adalah suatu persetujuan yang
menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul
perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
Ada tiga macam novasi yaitu :
1) Novasi obyektif, dimana perikatan
yang telah ada diganti dengan perikatan lain.
2) Novasi subyektif pasif, dimana
debiturnya diganti oleh debitur lain.
D. Perjumapaan
utang (kompensasi)
Kompensasi adalah salah satu cara hapusnya
perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang masing-masing
merupakan debitur satu dengan yang lainnya. Kompensasi terjadi apabila dua
orang saling berutang satu pada yang lain dengan mana utang-utang antara kedua
orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua
mereka itu telah terjadi, suatu perhitungan menghapuskan perikatannya (pasal
1425 KUH Perdata).
E. Pembebasan
hutang
Pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana
dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur.
Menurut pasal 1439 KUH Perdata maka pembebasan utang itu tidak boleh
dipersangkakan tetapi harus dibuktikan. Misalnya pengembalian surat piutang
asli secara sukarela oleh kreditur merupakan bukti tentang pembebasan utangnya.
F. Musnahnya
barang yang terutang
Apabila
benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah tidak dapat lagi
diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu ”keadaan
memaksa”at au force majeur, sehingga undang-undang perlu mengadakan pengaturan
tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut.
G. Kebatalan
dan pembatalan perikatan-perikatan
Bidang
kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi hukum dan
dapat dibatalkan. Disebut batal demi hukum karena kebatalannya terjadi
berdasarkan undang-undang. Misalnya persetujuan dengan causa tidak halal atau
persetujuan jual beli atau hibah antara suami istri adalh batal demi hukum.
Batal demi hukum berakibat bahwa perbuatan hukum yang bersangkutan oleh hukum
dianggap tidak pernah terjadi. Sedangkan perbuatan hukum dapat dibatalkan, jika
undang-undang ingin melindungi seseorang terhadap dirinya sendiri.
H. Syarat
yang membatalkan
Yang
dimaksud dengan syarat di sini adalah ketentun isi perjanjian yang disetujui
oleh kedua belah pihak, syarat mana jika dipenuhi mengakibatkan perikatan itu
batal, sehingga perikatan menjadi hapus. Syarat ini disebut ”syarat batal”.
Syarat batal pada asasnya selalu berlaku surut, yaitu sejak perikatan itu
dilahirkan.
I. Batal/Pembatalan
Perjanjian-perjanjian yang kekurangan syarat
objektifnya (sepakat atau kecakapan) dapat dimintakan pembatalan oleh orang tua
atau wali dari pihak yang tidak cakap itu atau oleh pihak yang memberikan
perizinannya secara tidak bebas karena menderita paksaan atau karena khilaf
atau ditipu.
J. Kadaluarsa
Menurut
ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah suatu alat untuk
memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya
suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
SUMBER :
0 komentar:
Posting Komentar